Minggu, 05 Juli 2009

AKU MENANGIS 6 KALI UNTUK ADIKKU

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit.Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis disekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut didepan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.:"Siapa yang mencuri uang itu?" Beliau bertanya.Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapapun mengaku, jadi Beliau mengatakan :"Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!".Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata :"Ayah, aku yang melakukannya! ".Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi,:"Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? ... Kamu layak dipukul sampai mati!Kamu pencuri tidak tahu malu!".Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuhd engan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata :"Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi."Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk keSMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk kesebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman,menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya memberengut :"Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik...hasil yang begitu baik..."Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas. Sambil berkata :"Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?".Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata :"Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku."Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya sambil berkata :"Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya?. Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!".Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata :"Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidakakan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini.".Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas. Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku:"Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang.".Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan airmata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun.Aku 20. Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yanga dikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi,aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas) . Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan :" Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana !".Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen danpasir. Aku menanyakannya, :"Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?"Dia menjawab, tersenyum, "Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu? "Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debudari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku :"Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu. ..".Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan :"Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu."Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku. "Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!" Tetapi katanya, sambil tersenyum :"Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu..".Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan mebalut lukanya.aku bertanya :"Apakah itu sakit?"."Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi,batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidakmenghentikanku bekerja dan..." Ditengah kalimat itu ia berhenti.Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun kewajahku. Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.Ketika aku menikah, aku tinggal di kota . Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidakakan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan :"Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini."Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel,ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu :"Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yangbegitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?"Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. :"Pikirkan kakak ipar...ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?"Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah:"Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!""Mengapa membicarakan masa lalu?" Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu,ia berusia 26 dan aku 29.Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanyakepadanya :"Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?".Tanpa bahkan berpikir ia menjawab :"Kakakku."Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat :"Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku.Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja danberjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya.Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya."Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannyakepadaku.Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku akhirnya keluar juga :"Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku."Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaanini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.

CINTAMU TERLALU MUDA


Cahaya rembulan menembus pohon-pohon randu di sekitar ladang. Suara jangkrik bersahutan merayakan kegembiraan malam yang terang.
“Dita, would you marry me…?” bisik Paijo di telinga Dita.
“Jo, kamu serius……?, atau kamu hanya kumbang yang hanya manis kala mengharapkan bunga”, sergah Dita penuh tanda tanya.
” Aku serius Dita, aku akan segera melamarmu kalau engkau setuju untuk menjadi istriku…”
dan segera malam berlalu………………………………
Dita kena grounded 1 bulan, rahasianya ketahuan sudah, dia pacaran dengan Paijo, anak pedagang kelontong tetangga RT-nya. Sehari2 hanya nangis saja….., bukan karena rindu Paijo tapi karena bosen di rumah.
“Assalamu alaykum……”, bel berbunyi tepat pagi ke-27 Dita dikurung.
buru2 Dita lari mau membuka pintu, kesempatan untuk melihat orang luar selain dari ibu bapaknya, pikirnya.
“Masuk …..Dita…”, teriak ayahnya.
Dita mendelik karena takut, dia kembali ke belakang….tapi diam2 mencuri dengar siapa tamu yang datang. Paijo dan orang tuanya datang untuk melamar Dita……
“Anak saya tidak akan saya serahkan kepada orang yang tidak bisa membahagiakannya, pergi…..!!!!!!” suara bapak Dita terdengar lantang.
Dita tahu pasti lamaran itu pasti ditolak, alasannya pasti karena Paijo tidak kaya lah, Paijo kurang berpendidikan lah, Paijo belum punya rumah sendiri, dan beribu alasan lain.
Malamnya Paijo mengurung diri di kamarnya, gelap….gelap….hanya gelap yang dirasakannya.
Menjelang subuh, Paijo sudah berkemas2, tekadnya sudah bulat, dia akan lari dari kampungnya, malu…malu sekali. Dia malu jadi orang miskin, malu jadi orang tak berpendidikan, malu hidup di kampungnya sendiri, kampung yang dulu sangat dicintainya.
“Saudara2, demi generasi mendatang yang lebih baik, korupsi, kolusi, dan koncoisme, harus dieliminasi dari negara kita tercinta ini” teriak seorang gadis cantik mengakhiri orasinya, mahasiswa-mahasiswa lain tampak puas atas orasinya.
Turun panggung, tangan gadis itu ditarik sama pemuda berambut gimbal dan diajak ke pinggir lapangan.
“Dita, ada yang mencarimu, katanya pacar kamu…!!!, cerocos si gimbal.
“Busyet dah, pacar gue…..gue gampar loe macem2…!!!” Dita merasa terusik atas ulah si gimbal.
“Yah, loe dibilangin gak percaya, tuh anaknya nungguin loe di pintu gerbang kampus.”si gimbal jengkel sambil ngeloyor pergi.
Dita yang kepanasan habis orasi tambah jengkel saja, sudah jengkel sama pejabat2 Indonesia yang kerjanya cuma merusak bangsa, ditambah lagi ada yang ngaku2 jadi pacarnya dia, tanpa sepengetahuannya lagi, ketemu aja belum pernah pikirnya.
Sambil bersungut2 dia bergegas ke pintu gerbang kampus, kampus yang telah membuat dia lebih memahami derita rakyat dan derita kaum lemah, suatu hal yang tidak pernah dirasakannya dalam keluarganya yang berada.
“Heh, loe……., sapa loe ngaku2 jadi pacar gue, blon pernah nyungsep ke got loe…”, Dita langsung nyerocos begitu ketemu cowok yang dimaksud si gimbal.
“Tenang Dita…”, jawab cowok itu tenang.
“Tenang, tenang…….tenang nenek moyang loe…, kalo ngajak berantem jangan beraninya sama kaum hawa doang.”Dita nyerocos lagi nggak berhenti.
“Dita yang manis…”cowok itu mulai bicara pelan dan halus, membuat Dita agak sungkan, apalagi dia dibilang manis, dia mulai mendengarkan.
“Hurry up, I am listening…” gertak Dita
“Kamu memang nggak berubah dari dulu, tapi kamu nggak akan pernah bisa galak denganku..”ucap cowok itu dengan penuh percaya diri.
Dita tambah penasaran, belagu amat cowok ini pikirnya.
“Heh, loe gak usah bertele2, apa maksud kedatanganmu…, cepet bilang sebelum aku kehilangan kesabaran…”
“Kamu inget temen mainmu waktu kecil yang punya garis kecil di atas bibir atasnya, yang sering nyuri mangga tetangga bersamamu…?.”cowok itu mencoba meredakan kemarahan Dita dengan pertanyaan.
Dita berpikir keras, mencoba mengingat kembali masa lalu pahitnya yang berusaha dia kubur dalam2. Masa lalu dalam kediktatoran keluarga, suatu hal yang amat dia benci dan dia tentang habis2an saat ini bersama teman2 mahasiswa seluruh negeri.
“Kamu……, Kamu…., Paijo…!!!!!.” Dita terbata2
Cowok itu mengangguk. Dita lemas lunglai, serasa terasa lagi seluruh syarafnya karena kaget.
Beberapa hari berlalu…………..
“Dita, setelah kupikir matang, aku akan menyuntingmu, kalau dirimu bersedia menjadi pendamping hidupku…?,” Paijo dengan hati2 memberanikan diri meminta Dita untuk menikah, walaupun dia takut kalau Dita sudah tidak mencintainya lagi. Dita mungkin berubah pikirnya, sudah jadi gadis metropolitan.
“Tapi Paijo, ortuku pasti gak setuju, kamu masih ingat kejadian waktu itu kan….?,”sanggah Dita dengan wajah sedih.
“Aku sadar hal itu, tapi yang akan berumah tangga itu kita, asal kita saling mencintai, kita akan bersama2 mewujudkan cita dan cinta kita yang telah kita impikan dulu.., kita nikah dengan wali hakim..”ujar Paijo sungguh2.
Dita linglung, dia harus memilih antara cinta dan orang tua, sebuah pilihan pahit, peribahasa “If there are two choices, choose the third one” tidak berlaku lagi sekarang. Pilihannya benar2 cuma dua, Paijo atau orang tua.
Setelah kusut semalam itu karena banyak pikiran, Dita akhirnya memutuskan memilih Paijo, pilihan yang pahit sebenarnya, tapi dia tak bisa mengingkari kalau dia masih mencintai Paijo, terbukti dia belum pernah sekalipun begitu sreg dengan cowok2 yang mengejarnya walaupun mereka ganteng dan kaya, setelah sekian lama pisah dengan Paijo.
Pernikahan dilangsungkan sederhana di masjid kampus, sangat sederhana, hanya dihadiri teman2 terdekat saja.
Setelah menikah, Paijo dan Dita tinggal di satu kontrakan, selain untuk mengirit ongkos, mereka berencana membeli rumah sederhana dari tabungan mereka selama ini.
Mereka sama sekali tak mau mengemis pada orang tua, hal yang tabu dalam pandangan mereka. Merepotkan mereka lagi setelah kerepotan2 mereka sejak mereka dilahirkan.
Paijo bekerja sebagai redaktur sebuah harian ibukota sebagai cerpenis dan pencipta puisi, sekaligus menyalurkan hobinya sejak kecil. Dengan uang seadanya, mereka mencoba bertahan hidup di ganasnya kehidupan ibu kota.
Setahun sudah berlalu…….
Dengan menghisap rokoknya dalam2, Paijo berpikir keras…belum satu puisipun terhasilkan dari sibuknya di depan komputer hari ini. Pikirannya kalut dan bingung, Dita hamil…, kontrakan sebentar lagi habis, musti diperpanjang, apalagi penerbitan puisinya tinggal lusa.
Dia memandang Dita yang ketiduran di sampingnya, wajah ayu tanpa dosa yang setia menemani perjalanan hidupnya. Dia tidak habis pikir kadang, anak konglomerat yang mau membagi hidup dengan orang kecil seperti dia.
Jarum jam berdentang 2 kali, dan satu puisipun terselesaikan. Matanya sudah tidak bisa diajak kompromi lagi……Paijo tertidur..
Paijo terbangun, matahari dengan garang membelai mukanya yang kusut, jendela telah terbuka, dia mencium bau mie goreng kesukaannya, rupanya Dita telah masak. Tapi dia kaget setengah mati, komputernya telah mati, padahal dia belum menyimpannya di file.
“Dita…………..!!!!!!!!”Paijo berteriak keras…..
“Ya………!!!!” jawab lembut Dita dari belakang.
“Siapa yang mematikan komputer..?”Paijo berteriak keras, merah mukanya tanda marah.
“Saya, kan Mas Jo tidur malam tadi..” jawab Dita masih sibuk dengan masakannya.
“Kamu tahu, aku harus menyelesaikan puisi itu dan besok akan terbit, dan saya belum menyimpannya, kamu keterlaluan Dita, tidak tanya2 aku dulu”, Paijo menuju ke belakang dengan bersungut2.
“Itu puisi untuk membayar kontrakan, untuk membayar makan, apa kamu nggak ngerti…?”
“Ya, tapi kan saya tidak tahu kalau belum disimpan Mas…”
“Tapi kamu kan harus tanya dulu…, kamu memang keras kepala…., sudah salah membantah terus.., kamu tidak pernah berubah Dita..” Paijo mulai kehilangan kontrol atas omongannya.
Dita mulai berubah air mukanya mendengar ucapan Paijo, air mata mulai meleleh di pipinya. Dita pergi ke kamar dan menguncinya. Paijo hanya bisa melenguh memandangi jalanan kota Jakarta yang sibuk dan penuh polusi. Dia duduk lagi di depan komputer, mengingat2 lagi apa yang ditulisnya tadi malam. Sejam berlalu……
Pintu kamar berderit…
“Ternyata orang tuaku benar, kau tidak bisa membahagiakan aku, kau hanya bermain dengan khayalanmu, bermain dengan puisi2mu, tidak ada gunanya lagi aku bersamamu, kau tidak pernah mengerti aku, aku tidak mau mati dalam filosofi2 dalam otakmu itu, aku mau pulang ke orangtuaku…, selamat tinggal Jo..!!!”, dng membawa sebuah tas jinjing Dita segera melesat pergi.
Paijo melongo, bingung mau berbuat apa, rasanya tidak percaya, kata2 yang keras dan cepat, sedikitpun tak ada waktu menjawabnya…
Dita segera hilang ditelan tikungan jalan, hilang di antara2 bajaj dan mobil2, Paijo menggigil………gadis cantik itu telah pergi, tak meninggalkan apapun………………………………………………………………………. kecuali sesal.

MENGUNDURKAN DIRI DENGAN ELEGAN

Hari yang telah Anda tunggu-tunggu itu akhirnya tiba juga. Akhirnya Anda dapat keluar daripekerjaan yang selama ini sangat Anda benci. Dalam atmosfir yang dipenuhi kebencianterhadap atasan, pekerjaan Anda atau malah kedua-duanya, pasti ada keinginan dalam diriAnda untuk mewujudkan fantasi yang selama ini telah direncanakan : memberitahu atasanAnda bagaimana tidak becusnya ia dalam mengatur bawahan, membocorkan pada rekan-rekankerja tentang siapa-siapa saja yang pernah membicarakan mereka dan apa saja yang pernahdibicarakan, atau mengambil persediaan kertas folio di gudang untuk dibawa pulang. Andamungkin berpikir : toh saya juga akan segera keluar dari tempat itu, jadi nggak ada salahnyakan memanfaatkan kesempatan itu?Salah besar. Cara Anda mengundurkan diri secara tidak langsung akan mempengaruhi karirAnda di masa depan. Tahan amarah Anda dan jangan berusaha membalas, tapi keluarlah daripekerjaan tersebut dengan keprofesionalan yang masih terjaga. Berikut adalah hal-hal yangharus dipertimbangkan.1. Berpikir jangka panjangJangan sampai Anda mengeluarkan komentar-komentar yang menjelek-jelekkan atasanatau rekan kerja di tempat lama. Meski dorongan tersebut sangat kuat (dan sangatmenyenangkan bila bisa melakukannya), perlu diingat bahwa apa yang telah diucapkantidak dapat ditarik kembali. Kata-kata tersebut (seandainya terdengar oleh orang lain)akan selalu teringat dan mungkin suatu saat akan sampai ke orang yang Anda jelekjelekkan.Selain Anda masih membutuhkan tempat kerja lama sebagai referensi, masihada kemungkinan Anda akan bertemu dengan rekan kerja baru yang memilikihubungan dengan kantor lama — baik sebagai klien, supervisor, atau (yang lebih parahlagi) teman dekat dari salah seorang rekan kerja Anda di tempat lama.2. Berpikir rasionalBerhenti kerja dapat menjadi pengalaman bernuansa penuh emosi baik bagi Andamaupun atasan (yang mungkin selama ini memperlakukan Anda dengan semenamena).Atasan mungkin akan merasa kaget, marah atau melakukan pembelaan diri(dan menganggap kesalahan sepenuhnya ada di tangan Anda). Meski keteganganmungkin terjadi, tahan emosi dan tetaplah berlaku sebagai seorang profesional. Denganberhenti, Anda sebenarnya telah berhasil membalas perlakuannya. Bayangkan, berapalama yang akan dibutuhkan untuk mencari sampai melatih orang baru hingga dapatbenar-benar mengisi posisi Anda?3. Berpikir ke depanBuat surat dengan singkat, to the point dan mencantumkan tanggal kapan Anda akanefektif berhenti bekerja. Jangan mengirim melalui email, tapi langsung datangistaf/orang yang berkepentingan dan serahkan surat tersebut. Berhati-hatilah sebabmungkin saja begitu menyerahkan surat pengunduran diri, Anda akan langsung disuruhmembereskan meja Anda dan digelandang keluar kantor. Oleh karena itu sangatlahpenting mengemasi barang-barang Anda beberapa hari sebelum (misalnya seminggu)sebelum berhenti. Kumpulkan barang-barang yang mungkin dapat berguna suatu harimisalnya alamat email, kartu-kartu nama dari klien, rekan kerja atau supervisor, atauinformasi yang Anda butuhkan mengenai proyek yang sedang Anda kerjakan. Sebabbegitu Anda menginggalkan kantor untuk terakhir kalinya, barang-barang tersebuttidak bisa diambil lagi.4. Berpikir positifSeandainya dulu pekerjaan lama Anda diwarnai masa-masa sulit (dan menyebalkan),mungkin akan sedikit sulit untuk tidak berkomentar/bercerita mengenai masa-masatersebut. Namun membawa beban (dan kekesalan) lama ke pekerjaan baru hanya akanmerusak reputasi Anda. Atasan atau rekan baru Anda pastinya tidak inginmendengarkan keluhan mengenai pekerjaan lama Anda. Lupakan deh mimpi burukAnda yang dulu, lagipula toh sekarang sudah ada pekerjaan baru. Hadapi masa-masatransisi tersebut dengan seprofesional mungkin dan songsonglah kesempatan emas dipekerjaan baru yang ada di depan Anda

NAIK GAJI ??? MAU ???

Kenaikan atau penyesuaian gaji selalu merupakan berita yang ditunggu tunggu pada awal tahun. Walaupun pada dasarnya kenaikan gaji pasti terjadi, pada umumnya perusahaan dan karyawan, sama sama setuju , bahwa kenaikan gaji sangat tergantung pada talenta individu. Penilaian talenta inilah yang sering menyebabkan perbedaan persepsi. Bila Anda merasakan keengganan untuk meminta masukan orang lain, bahkan “sakit perut” menyaksikan “bad news” yang tertera di dalam angka-angka,misalnya pada lembar penilaian kinerja, maka Anda juga tidak sendirian. Tidak banyak orang merasakan “fun” bila mendapatkan “feedback”. Bahkan banyak orang mempersepsi acara “feedback” ini sebagai ajang balas dendam, acara pemenggalan, baik dari atasan ke bawahan, maupun sebaliknya, bila bawahan diberi kesempatan mem-feedback atasan. Dalam pergaulan, tidak sedikit kita menyaksikan orang yang tidak bisa menerima masukan. Masukan dirasakan sebagai serangan dan karena itu perlu diserang kembali ataupun dihindari. Kita pun sering melihat bahwa ada lembaga-lembaga tertentu di pemerintahan yang seakan “lupa” mengevaluasi kinerjanya, padahal tugas dan pekerjaan sehari-harinya adalah: mengevaluasi. Individu ataupun lembaga bisa saja tetap merasa sejahtera dan oke-oke saja, tanpa evaluasi, bahkan lama-kelamaan kebal terhadap reaksi orang lain di sekitarnya. Tidak jarang kemudian tumbuh pula mekanisme untuk mengarahkan orang lain agar tidak mengevaluasi diri atau lembaganya dan tidak “melihat” apa yang seharusnya dilihat. Memelihara sikap ‘masa bodoh’ dan EGP (emang gue pikiran) begini, memang bisa sejenak membuat nyaman, meskipun tanpa disadari sebetulnya telah menyulut sumbu bom waktu yang tinggal menunggu meledaknya. Banyak orang yang sebenarnya bisa memberi masukan, kemudian malah jadi menghindar. Akibatnya,individu tumbuh menjadi tidak peka terhadap sinyal-sinyal bahaya ataupun perbaikan yang penting dan urgen. Sebagai mahluk sosial yang ingin maju, kita tentunya juga ingin agar hidup kita dikelilingi oleh bawahan, atasan , kolega, rakyat dengan menjalin hubungan yang mesra dan terbuka. Untuk itu tidak ada salahnya bila kita pun melakukan perbaikan dan pengembangan cara kita bercermin , dan menjadi pribadi yang terbuka . Pentingnya Jujur pada Diri SendiriRespon dari kritik atau umpan balik negatif berbentuk emosi. Rasa takut, khawatir, dan was-was sering keluar dalam bentuk “self-talk”, seperti: “Kok tega-teganya dia bilang begitu”,”Wah, jangan-jangan saya bakal di mutasi”, “Lebih baik diam saja, apapun yang dia katakan. Nanti juga akan diam sendiri. ”, adalah reaksi yang sangat manusiawi. Perasaan semacam ini dihayati oleh siapa saja, bahkan presiden sekalipun. Yang membedakan satu individu dengan yang lain adalah kemampuan mendengar dan berdialog dengan dirinya sendiri dan bersikap jujur pada diri sendiri. Paling tidak seseorang perlu jujur dan mampu mengenali perasaannya. Identifikasi perasaan saat menerima feedback ini adalah langkah pertama dan utama, yang diperlukan agar seseorang bisa menyusun kekuatan mentalnya dan siap menghadapi “kabar buruk”, bila ada. Bila seseorang tidak tahu apa yang ia rasakan, dan hanya merasakan kekhawatiran yang tidak jelas, dia bisa menyatakannya pada sahabat, pasangan atau ajudannya, yang mau bersikap jujur padanya, sehingga bisa terbangun dialog, paling tidak untuk menyatakan kekhawatirannya. Pilih Kegiatan Bercermin AndaBanyak orang merasa tidak nyaman dengan ”feedback” karena asumsinya bahwa kita hanya bisa responsif terhadap ”feedback”. Padahal cara kita mengevaluasi diri bisa kita tentukan sendiri, tergantung dari bagaimana kita bisa me-manage “rasa” senang dan kecewa kita. Ada orang yang bercermin 20 kali sehari, tetapi ada pula yang berdandan secara intensif di pagi hari, menggunakan cermin pembesar dan tidak melakukannya lagi sepanjang hari. Ini semua tergantung “feeling” dari masing-masing individu dan bagaimana ia menyikapi penataan dirinya. Ada orang yang mendorong dirinya untuk membaca evaluasi dan kemudian menghadiahi dirinya sendiri bila evaluasi bagus. Ada orang yang memilih untuk bersikap proaktif mendatangi pemberi feedback, tetapi ada pula yang memilih bersikap responsif dan menunggu. Apapun gayanya, sikap adaptif terhadap “feedback” adalah sikap yang positif. Kakak saya yang berusia 77 tahun sering mengatakan: “Saya harus berubah terus agar tetap bisa bekerja”. Seorang wirausahawan sukses mengatakan: ”Feedback itu sangat berharga. Daripada membeli data dari perusahaan riset, saya lebih baik ber-”kuping panas” mendengar keluhan pelanggan”. Jadi, Hal kedua dalam ‘bercermin’ adalah menguasai situasi “feedback” dan meyakini bahwa feedback tersebut kita perlukan untuk kemajuan kita. Situasi “feedback” ini hanya bisa bermanfaat, bila di-desain, dan diimplementasikan secara teratur , penuh kesadaran , kebesaran hati dan keseriusan Menyusun LangkahTeman saya, yang dengan santun sekali menerima feedback, dan secara spontan menyetujui saran saran perbaikan yang diberikan padanya, ternyata sering tidak menindaklanjutinya dengan perbaikan. Artinya, feedback tidak menjadi pemicu perbaikan baginya. “Sama juga bohong” kata anak muda, sama saja dengan tidak menerima feedback sama sekali. Hal ketiga, dalam menyikapi feedback adalah disusunnya langkah perbaikan dan nyatanya tindakan perbaikan. Hal ini tentunya akan membawa perubahaan nyata yang akan terlihat pada evaluasi selanjutnya. Organisasi yang terdiri dari individu individu yang masing masing membiasakan diri dengan “feedback” dapat dengan mudah melakukan “alignment” misi pribadi, tim dan organisasi. Selain itu juga tidak usah susah payah mengumandangkan gerakan perubahan, karena setiap individu berinisiatif untuk berkembang dan berubah sendiri. Hanya dengan cara ini, organisasi akan berkembang menjadi tempat yang diwarnai kejujuran dan keterbukaan, dan otomatis membawa suasana yang lebih mesra dan hangat. (Ditayangkan di KOMPAS, 26 Januari 2008)

BELAJAR DARI BARACK OBAMA

Situs partai-partai di Indonesia yang ada sekarang dirasakan masih memiliki kelemahan dari desain dan perencanaan. Beberapa partai seakan terburu-buru mengeluarkan website mereka sehingga lupa bahwa mereka perlu mengetahui apa yang diinginkan oleh pembacanya.
Terkadang informasi yang sangat mendasar tentang calon-calon yang mereka ajukan sulit ditemukan melalui internet.
Pemilihan presiden masih beberapa bulan lagi. Hal ini memungkinkan beberapa kandidat presiden untuk mempersiapkan dan mempublikasikan dirinya dengan lebih baik lagi. Dengan menggunakan media ini masyarakat akan dengan mudah memahami apa yang ingin disampaikan bahkan menggalang kepercayaan dari mereka.
Apalagi mengingat para pengguna internet adalah orang-orang muda yang dengan mudah menyebarkan informasi kesesamanya, sehingga membuat kampanye yang mewabah dengan cepat (viral marketing) akan dengan efektif dan efisien apabila menggunakan media internet.